Kamis, 31 Mei 2012

Sayyidina Ali dan Anak Panah

Sepuluh tahun yang lampau, saat masih duduk manis di bangku sekolah, seorang guru pernah mengisahkan satu peristiwa yang pernah dialami oleh Sayyidina Ali karromallahu wajhah. Konon, betis Ali bin Abi Thalib terkena anak panah. Begitu dalam anak panah itu menancap di betis beliau. Barangkali si pemanah menarik busurnya dengan begitu kuat dan memang dimaksudkan agar menimbulkan derita atau bahkan kematian bagi yang terkena. Tak terkecuali bagi Ali. Raut wajahnya yang teduh menahan rasah sakit yang tiada terkira. Meski tidak sampai meraung-raung, namun beliau tak tahan saat beberapa sahabat dan rekan-rekan terdekatnya membantu menarik anak panah itu agar keluar dari betis beliau. “Tunggu. Aku sungguh tidak tahan lagi menahan sakitnya,” rintih Ali. “Tetapi anak panah ini harus segera dicabut agar lukamu bisa segera diobati,” kata salah seorang sahabat. “Apa tidak ada cara yang lain agar tidak menimbulkan rasa sakit?” tanya Ali. Semua yang hadir di tempat itu saling pandang dan kemudian menggeleng. “Kalau begitu, aku mau shalat dulu,” kata Ali setelah tak seorangpun memberikan usul. “Nanti kalau aku sudah shalat, salah seorang diantara kalian mencabut anak panah ini.” Sayyidina Alipun melakukan shalat dan salah seorang dari rekannya mencabut anak panah itu. Menakjubkan. Pada saat anak panah dicabut, Ali seperti tak merasakan apa-apa dan tetap khusyuk melaksanakan shalatnya hingga usai. Kita tidak tahu, apa yang terjadi dengan Ali saat dia shalat sehingga rasa sakit yang semula tak dapat ditahannya dengan begitu mudah dapat dia lalui. Atau sedemikian rupakah kekhusyukan Ali saat dia shalat sehingga ia dapat dengan mudah melupakan rasa sakitnya? Barangkali kemenyatuan atau kekhusyukan seorang Ali dengan Tuhannya tatkala shalat merupakan puncak kenikmatan yang tiada terkira sehingga ‘rasa sakit’ tak ubahnya seperti makhluk dungu yang tak berdaya di hadapannya. Ranta!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar