Kamis, 31 Mei 2012

Pemuda-Pemuda dan Masa Depan Indonesia

Selepas beracara dengan beberapa kawan di Hotel Quality Yogya pada pertengahan Desember 2009 lalu, saya didatangi oleh seorang pemuda yang kemudian saya ketahui kalau dia adalah wartawan sebuah majalah sekolah menengah di Sleman. Kepada saya dia bertanya, “Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk memberdayakan kaum muda sekarang ini?” Saya tertegun mendengar pertanyaan pemuda yang cukup serius itu. Tetapi menurut saya, sebagaimana hal ini juga saya katakan kepadanya, dia telah melakukan dua kesalahan besar dengan bertanya seperti itu. Kesalahannya yang pertama tentu saja adalah karena dia mengajukan pertanyaan itu pada saya. Meskipun dalam acara itu saya kebagian berbicara masalah peranan santri (yang rata-rata pemuda) dalam konstelasi modernisasi global, akan tetapi hal itu tidak menjamin bahwa saya tahu banyak soal kaitan antara pemerintah dengan pemuda. Sementara kesalahannya yang kedua adalah pertanyaan itu mencerminkan suatu sikap mental dan cara pandang tertentu bahwa untuk berdaya, ternyata pemuda harus menunggu peran pemerintah. “Apa benar seperti itu?” saya balik bertanya dan si pemuda wartawan tadi hanya misem kayak artis. Namun akhirnya dengan sangat terpaksa saya menjawabnya juga. Untuk memperjelas duduk masalahnya, saya mencoba menguraikan sedikit demi sedikit pertanyaan si mas wartawan tadi. Kepadanya saya katakan bahwa pertanyaan macam demikian jelas sangat mengecawakan kaum muda (terutama mahasiswa) yang selama ini begitu getol menyuarakan posisi diri mereka sebagai agen perubahan (agent of change). Sebagai agen penggagas perubahan, tentu sangat naif apabila pemuda harus menunggu uluran tangan pemerintah untuk sekadar berdaya. Padahal, ‘musuh’ bebuyutan pemuda selama ini sepertinya sudah jelas-jelas adalah pemerintah sendiri. Jika hal itu memang benar-benar terjadi, maka sungguh-sungguh itu semua adalah degelan yang sama sekali tidak lucu. Sebab, bagaimana mungkin pemerintah bersedia memelihara ‘anak macam’ jika kelak kalau sudah besar dia malah akan selalu siap menerkam dan merobek tulang mereka sendiri? Saya membayangkan bahwa kelak Indonesia akan memiliki pemuda-pemuda yang benar-benar tangguh untuk menggagas terjadinya suatu perubahan, baik dalam ruang lingkup lokal dan syukur-syukur nasional. Ketangguhan pemuda tidak saja harus diukur dari tingkat pendidikan akademik mereka, organisasi-organisasi yang mereka ikuti dan juga slogan-slogan mereka yang penuh heroik. Pun tidak begitu penting untuk semata-mata mengukur peran pemuda hanya dalam sikap dan keberanian mereka yang begitu ekstrem ketika melawan pemerintah. Pemuda harus tetap ada sekalipun pemerintah tak pernah bersedia untuk menganggap mereka ada. Pemuda harus tetap tangguh meskipun pemerintah, dengan berbagai upaya, terus melakukan penggembosan terhadap kesolidan mereka. Pemuda harus tetap memiliki prinsip perjuangan yang jelas untuk selalu mengontrol pemerintah, meskipun pemerintah sendiri terus berusaha membuat diri mereka tidak pernah benar-benar jelas di mata rakyatnya. “Saya tahu kalau soal itu, Mas,” kata si wartawan tadi menyela omongan saya. “Tapi konkritnya apa?” “Itulah kenapa tadi di awal-awal saya katakan kalau Anda salah bertanya pada saya. Kalau mau tahu konkritnya, silahkan Anda datang ke Jakarta dan temui Menpora, Bapak Andi Mallarangeng. Tanyakan kepadanya, apa yang sudah dia lakukan untuk pemuda Indonesia selain hanya mengurus dunia olahraga.” “Benar, Mas. Memangnya pemuda Indonesia hanya pemain sepak bola dan atlet olahraga, ya Mas?” “Itu tugas Pak Andi untuk menjawabnya. Kalau saya yang menjawab, nanti dikira saya melangkahi wewenang beliau.” Wawancara selesai dan saya juga sudah ditunggu oleh seorang pemuda yang tadi menjemput saya dan sekarang mau mengantar saya pulang. Di tengah jalan saya berkata pada pemuda yang membonceng saya. “Jiwa pemuda itu harus seperti sampeyan ini, Mas. Mau menjemput suatu ide perubahan dan bersedia mengantarkan hasilnya ke rumah-rumah rakyat, tanpa peduli apakah sampeyan diberi uang bensin atau tidak “ Pemuda itu hanya diam. Entah dia paham maksud kata-kata saya atau tidak. Desember 19,2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar