Kamis, 31 Mei 2012

KAMPUNG JAGAD DAN MANUSIA ULUL ALBAB

Kalau kita mendengar seseorang menyebut kata “kampung”, mungkin yang terbayang dalam benak kita adalah sehimpunan rumah-rumah sederhana, yang dihuni oleh orang-orang sederhana, dengan pekerjaan dan penghasilan sederhana serta mungkin juga dengan cita-cita yang amat sangat sederhana. Karena serba sederhana itulah maka istilah “kampung” selama ini cenderung dianggap kolot atau tidak modern. Yang lebih ironis lagi, jika ada seseorang disebut “kampungan”, pasti yang ada di dalam kepala kita adalah pandangan kurang manusiawi tentang orang tersebut. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian yang kurang nyaman tentang istilah kampung. Berbeda dengan Bahasa Inggris yang mengartikan “kampung” salah satunya dengan istilah homeland yang berarti tanah air, persada, dan tanah tumpah darah. Ada juga istilah hometown yang berarti kota kediaman dan kota asal, meski ada juga pengertian yang tak kalah kurang nyamannya dengan pengertian kampung yang disajikan dalam Kamus Bahasa Indonesia sebagai kelompok rumah yang merupakan bagian kota dan biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah, terkebelakang (belum modern) dan berkaitan dengan kebiasaan di kampung dan kolot. Sementara kata “jagad” memiliki pengertian sebagai dunia. Kata ini merupakan bahasa Jawa yang kerap juga disebut dengan istilah “Jagad Raya”. Jagad raya itu sendiri adalah istilah lain dari alam semesta. Ia (jagad raya) adalah sebuah ruang tempat segenap benda langit berada, termasuk bumi tempat manusia hidup, bermilyar-milyar bintang, planet-planet, komet, meteor, debu, kabut, gas dan sebagainya. Dengan kata lain, jagad adalah sebuah ruang besar dimana segala sesuatu berkumpul membentuk satu kesatuan yang harmonis. Nah, ketika saya pertamakali mendengar istilah “Kampung Jagad”, awalnya saya mengalami kebingungan mengenai pengertian dari dua kalimat tersebut, meski akhirnya saya mencoba mendefinisikannya dengan dua pengertian sebagaimana berikut: Pertama, Kampung Jagad barangkali dapat kita pahami sebagai rumah, tempat, organisasi atau perkumpulan kecil dan sederhana dimana para penghuninya mencoba merangkum dan mempertemukan sekian banyak fakta-fakta yang ada untuk kemudian dipelajari secara bersama-sama. Ini semacam laboratorium kecil yang tugasnya meneliti banyak hal besar. Kedua, Kampung Jagad barangkali juga dapat dipahami sebagai ruang yang dipergunakan untuk mempelajari hal-hal kecil dan sederhana namun memiliki tujuan yang sangat besar terutama karena bersinggungan dengan esensi masa depan kemanusiaan. Oleh sebab itu, yang diutamakan disini bukan seberapa banyak dan hebatnya materi yang dipelajari, melainkan untuk tujuan apa pembelajaran itu dilakukan. Karena lebih berposisi sebagai tempat untuk belajar, maka dalam pemahaman saya Kampung Jagad kurang lebih adalah sarana untuk mengaktifkan tugas kemanusiaan kita, khususnya tugas untuk mempelajari segala sesuatu dari yang remeh temeh hingga yang besar dan mewah. Dan karena ia merupakan “kampung”, maka pesertanya boleh siapa saja, dari kalangan apa saja, serta dengan status social yang bagaimana saja. Artinya, di Kampung Jagad ini semua elemen dapat diterima dan lebur dalam ritme kebersamaan yang hangat sebagaimana halnya kepribadian orang-orang kampung yang selalu ramah dan bersahaja menerima siapapun saja. Manusia Ulul Albab Persoalannya adalah; apa yang harus dipelajari? Apakah yang namanya belajar itu harus selalu dilaksanakan dengan buku panduan khusus, ruangan khusus dan juga harus mendatangkan guru khusus? Jika tugas belajar harus memiliki arti sebagai sekolah, kampus atau pesantren, maka gugurlah makna tentang Kampung Jagad tadi karena apa yang sesungguhnya dapat kita pelajari tak bisa tertampung hanya dalam berlembar-lembar buku. Belum lagi dengan adanya kenyataan bahwa terkadang orang-orang kampung tidak mendapatkan akses belajar yang memadai sebagaimana halnya orang-orang kota. Kembali kepada pengertian “jagad” di atas, maka sesungguhnya alam semesta ini, kehidupan dengan segala dinamikanya ini, tidak lain adalah bahan-bahan pelajaran yang sangat berarti. Dalam surat Ali Imran ayat 190-191, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab), yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Sejatinya, manusia itu harus menjadi sosok ulul albab, sosok yang selalu mau belajar dan berpikir tentang apa saja. Tujuan dari belajar itu bukan untuk menjadi apa-apa, melainkan terutama untuk menjadi “hamba” Tuhan yang mampu menyadari bahwa apa yang telah Ia ciptakan tidak ada yang sia-sia. Kehadiran sekolah, buku-buku, guru dan laboratorium hakikatnya adalah salah satu cara yang dibuat untuk mengantarkan seseorang mengenali hakikat keadaan. Akan tetapi bukan tidak mungkin seseorang dapat memahami hakikat keadaan itu meski tanpa harus bersinggungan dengan sekolah, dengan buku dan sebagainya. Nah, Kampung Jagad ini adalah tempat belajar yang sedikit menyimpang dari pemahaman umum masyarakat mengenai makna belajar itu sendiri. Saya mengandaikan bahwa di Kampung Jagad ini sudah tidak ada lagi istilah guru, melainkan yang ada seluruhnya adalah “murid”. Murid atau Muridun adalah bentuk isim fail dari kata Arada yang artinya adalah orang yang menghendaki sesuatu, menyelidiki sesuatu yang dalam konteks pembelajaran dapat kita artikan sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk mempelajari segala sesuatu yang ia lihat dan rasakan. Dan sekali lagi, alam yang luas ini, jagad ini menyimpan sekian banyak pelajaran yang harus kita ketahui. Di dalam jagad ini ada fakta-fakta yang harus kita kenali, ada teks-teks yang harus kita kaji, dan juga ada metateks dan konteks-konteks yang tidak boleh kita lewati. Kalau Anda melihat tayangan Indonesian Idol di televisi, maka yang harus Anda ketahui bukan sekadar fakta bahwa ada acara hiburan berupa penyaringan bakat menyanyi di dalamnya. Tetapi Anda juga harus belajar menyadari dan memahami bahwa Anda sedang dipancing untuk memperhatikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan bagaimana meningkatkan kualitas masa depan hidup Anda. Anda sedang digiring untuk menikmati hiburan sebagai hiburan belaka. Anda diminta memberikan dukungan dengan merelakan diri menyerahkan uang sebesar Rp. 2.200,00 untuk sekali dukungan. Pertanyaannya, selain kesenangan semu, apa yang bakal Anda dapatkan seandainya Anda memberikan uang dukungan via SMS sebesar Rp. 2.200, 00 itu? Apakah idola yang Anda dukung itu suatu ketika akan datang menjumpai Anda dan membantu kesulitan-kesulitan Anda sebagaimana mereka juga merasa kesulitan untuk menang seandainya tidak mendapatkan dukungan? Temukan perbedaannya antara memberikan uang Rp.2.200 kepada dunia hiburan dengan memberikan uang sejumlah itu kepada anak yatim atau fakir miskin misalnya. Di Kampung Jagad, kita belajar mencermati hakikat dan kebenaran dari sebuah realitas sebelum kita buru-buru menganggap benar realitas itu sendiri. Kita belajar mencermati dan mempelajari air sebelum kita memutuskan untuk meminumnya. Dengan belajar kita akan tahu apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya kita lakukan. Dengan belajar kita akan mengerti bagaimana memberikan sebuah keputusan bagi hidup kita sendiri. Maka, marilah kita berusaha menjadi manusia-manusia ulul albab, agar kita tidak disesatkan oleh kesemuan-kesemuan pengetahuan, oleh kesamaran-kesamaran pemahaman sehingga nantinya kita tidak lagi ragu mengatakan mana kebenaran yang mencerahkan masa depan dan seperti apa kekeliruan yang dianggap kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar