Jumat, 21 Oktober 2011

Surat Terbuka Untuk Tuhan

Oleh Salman Rusydie Anwar
Tuhan, sampai detik ini, selalu saja aku berusaha untuk merumuskan bagaimana hidup yang benar, yang sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak-Mu. Berbagai-bagai metode telah kucoba untuk mengarahkan kereta kehidupanku agar senantiasa berjalan di atas “rel” yang Kau buat. Ala kadarnya berhasil, namun kerapkali juga melenceng.
Hingga di suatu stasiun pencapaian tirakatku, aku temukan sebuah kesadaran baru bahwa, aku tidak mungkin sepenuhnya menjadi orang suci, yang seluruh perilaku-ku sama persis betul dengan kehendak-kehendak-Mu. Dalam tubuh kemanusiaanku, tertanam ketidaksempurnaan akal-pikiran, hati-nurani, jiwa-batin, yang kesemuanya senantiasa terus berdialektika dengan kebenaran dan kesempurnaan-Mu.
Karena aku sendiri tak bisa menegaskan -apalagi meyakini- bahwa aku adalah manusia suci, pejuang tulen kebenaran dan karenanya calon penghuni sorga. Maka dari itu aku senantiasa menahan diri untuk menuding-nuding orang lain yang berbuat salah kepada-Mu sebagai kafir dan menuduh mereka salah, sementara hanya aku dan kelompokkulah yang benar. Dan seandainya harus kuperingati mereka, aku akan pilih cara yang paling lembut dan bijak seperti yang Engkau sendiri perintahkan kepadaku. Aku takut berbuat kasar. Sebab antara kekasaran dan kesombongan sangatlah tipis tabir pembatasnya. Dan kalau kesombongan telah merasuki kesadaranku, maka habislah martabatku di hadapan-Mu.
Tapi hari ini Tuhan, aku melihat sebuah kenyataan baru. Ada ribuan orang yang dengan begitu percaya diri mengatakan sebagai pengawal agama-Mu, pembela ajaran-Mu. Sedemikian sungguh-sungguhnya mereka memegang sikap itu sehingga mereka tak pernah merasa takut apa-apa ketika harus melakukan sebuah tindakan. Mereka tidak takut tindakannya membuat sesama saudara kemanusiaannya terluka. Mereka tidak takut tindakannya memunculkan kecemasan yang menguras air mata. Mereka tidak takut tindakannya melenyapkan rasa aman dari bilik-bilik dada. Mereka tidak takut tindakannya memutuskan tali kasih sayang antar sesama. Dan puncak dari rasa tidak takut mereka adalah hilangnya ketakutan kepada-Mu bahwa semua tindakan itu sangatlah berjauhan dari yang Engkau mau.
Tuhan, sebagai manusia yang tertatih-tatih menjalankan perintah-Mu, ijinkan aku mengajukan beberapa pertanyaan agak janggal kepada-Mu. Apakah Engkau sudah tidak perkasa lagi untuk menjaga dan membela agama yang Kau turunkan sendiri, sehingga harus ada manusia-manusia khusus sebagai pembela agama-Mu? Untuk apa agama-Mu memerlukan pembela? Untuk meninggikan derajat-Mu? Bukankah tanpa pembela Engkau tetap dan akan selalu menjadi yang Maha Tinggi?
Tuhan, aku tahu bahwa ajaran agama-Mu sejatinya semata-mata untuk mengurus masalah-masalah kemanusiaan. Tetapi kali ini, para pembela agama-Mu, justru malah sering merusak kemanusiaan dengan dalih menegakkan kebenaran. Apakah kebenaran memang perlu ditegakkan dengan cara merusak kebenaran yang lain? Lihatlah, Tuhan. Pembela agamamu begitu sering dan senangnya mengamuk, merusak sesuatu, melampiaskan amarah, pamer kekuatan dengan penuh kesombongan. Padahal, Engkau sendiri melarang; janganlah kau berbuat kerusakan di muka bumi sesudah diperbaiki. Janganlah kau berjalan di muka bumi dengan dada yang dibusungkan. Janganlah kau bersikap sombong.
Ah, Tuhan. Di tengah-tengah kebingunganku yang semakin menggunung, aku ingin meyakini sebuah kesimpulan bahwa, sampai hari kiamat, agama-Mu BERBEDA dengan pembelanya. Kesucian agama-Mu, TIDAK SAMA dengan “kesucian” para pembelanya. Kebenaran agama-Mu, JAUH BERBEDA dengan kebenaran para pembelanya.
Jika suatu ketika para “pembela” agama-Mu datang padaku dan menyatakan bahwa seluruh sepak terjang dan tindakan yang mereka lakukan adalah benar dan sesuai betul dengan agama-Mu, maka maafkan aku Tuhan, jika hatiku mengatakan semua itu adalah kebohongan yang diagungkan. Dan seandainya aku tidak takut berdosa kepada-Mu, maka akan kuludahi mulut mereka biar bersih segala kebohongan dari ujung-ujung bibir mereka.
Tuhan, aku ini berasal dari Engkau dan akan kembali juga kepada Engkau. Maka dalam perjalanan kembali kepada-Mu, aku ingin prosesnya berjalan dengan damai, sejahtera, jauh dari teriakan-teriakan penuh amarah yang membuat bising ini telinga.
Amin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar