Selasa, 10 Januari 2012

Cincin Emas, Patung Garuda dan Sebuah Buku

By Salman Rusydie Anwar Pada suatu hari di atas sebuah bukit, seorang guru dari dalam gubuknya memanggil ketiga murid yang sedang mengumpulkan kayu di halaman. Kepada kelima muridnya ini sang guru berkata: “Hari ini, pergilah kalian berlima ke kota. Belilah barang-barang keperluan yang dapat bertahan untuk waktu yang lama,” kata sang guru sambil menyerahkan bungkusan yang berisi uang. Kelima murid tersebut merasa begitu senang mendapat perintah dari gurunya. Maklum, selama tiga tahun ini mereka tidak diperbolehkan pergi kemana-mana dan hanya diperintah untuk belajar dan mengumpulkan kayu. Setelah melakukan sedikit persiapan, kelima murid ini akhirnya pamit dan berangkatlah mereka ke kota. Sesampainya di kota, kelima murid ini langsung menuju pusat perbelanjaan paling lengkap yang ada di kota itu. Murid pertama langsung menuju toko emas dan dia membeli sebuah cincin emas yang bersepuhkan permata: “Cincin emas ini akan mampu bertahan lama karena selain emasnya emas murni aku pun pasti akan selalu menjaganya dengan baik.” Kemudian murid kedua pergi menuju toko cinderamata dan disana ia membeli sebuah patung batu berbentuk burung garuda yang sedang mengepakkan sayapnya. Kemudian setelah berpikir agak lama, murid ketiga ini pergi ke sebuah toko buku dan disana dia membeli beberapa buah buku dan beberapa buah alat tulis. Melihat temannya murid ketiga ini membeli buku, murid pertama dan murid kedua ini sempat mengingatkan: “Guru memerintahkan kita membeli barang yang dapat bertahan lama. Kenapa kamu justru membeli buku tulis. Bukankah benda itu akan mudah sekali rusak?” “Sudahlah, biar nanti kujelaskan di depan guru,” kata murid ketiga. Setelah selesai berbelanja, ketiga murid ini kembali pulang. Sore hari mereka sampai di padepokan tempat mereka belajar. Saat malam tiba, dengan menggunakan obor, sang guru memanggil kembali ketiga muridnya. Kepada murid pertama, sang guru bertanya: “Apa yang kamu beli?” “Sebuah cincin emas, guru.” “Kau yakin, emas akan mampu bertahan lama?” “Saya yakin guru. Sebab cincin ini terbuat dari emas murni yang tidak akan mudah karat dan lapuk. Saya juga akan selalu menjaganya dari kehilangan.” Sang guru mengangguk-angguk dan kemudian dia bertanya pada murid yang kedua. “Lalu, apa yang kamu beli?” “Saya membeli sebuah cinderamata berbentuk patung garuda guru. Patung garuda ini terbuat dari batu marmer yang sangat kokoh dan saya yakin akan bertahan lama.” “Kau yakin patung garuda dari batu marmer ini akan bertahan lama?” “Sangat yakin, guru. Karena selain batu marmer itu kuat, saya juga akan menempatkan patung ini di dalam tempat khusus sehingga ia akan tetap terjaga selamanya.” Sang guru kembali mengangguk-angguk. “Lalu kamu?” tanya sang guru pada murid ketiga. “Saya membeli buku dan juga alat tulis, guru?” Sang guru tampak terkejut mendengar pengakuan murid ketiganya ini. “Mengapa kamu membeli buku? Bukankah buku mudah sekali lapuk. Apakah kamu yakin buku dan alat tulis itu akan bertahan lama?” “Maaf, guru. Buku ini memang mudah sekali lapuk. Tapi saya akan mengisinya dengan ilmu dan pengalaman hidup saya selama belajar di sini. Kemudian hasil tulisan itu akan saya berikan kepada orang lain untuk dibaca dan saya juga akan meminta kepada mereka untuk kembali menyebarkannya kepada orang lain. Demikian seterusnya. Dengan begitu, maka apa yang saya tuliskan dalam buku ini akan bertahan selamanya.” Sang guru kembali mengangguk-angguk. Lalu kepada ketiga muridnya ia berkata: “Murid-muridku. Ketahuilah, bahwa keabadian itu tidak ditentukan oleh benda-benda. Sebuah benda hanyalah penanda dari adanya sebuah asumsi, konsep dan anggapan. Emas dan cincin emas itu berbeda. Sebab emas adalah konsep dan cincin itu adalah bentuk kasar yang digunakan untuk menerjemahkan konsep emas itu sendiri. Begitu halnya dengan cinderamata itu. Karenanya, engkau dapat menjadi “abadi” bukan karena kepemilikanmu atas benda-benda, melainkan bagaimana kau memahami hakikat mengenai konsep-konsep itu dan sekaligus mengerti bagaimana memperlakukan benda-benda itu yang tidak lain sebagai perwujudan dari konsep tersebut.” “Aku salut pada saudaramu, muridku yang ketiga ini, karena dia tidak memahami buku sebagai sekadar bendanya saja. Akan tetapi dia memahami tentang konsep mengenai kata ‘buku’ itu, mengerti hakikatnya dan tahu bagaimana memperlakukannya. Kalau kamu masih berpikir bahwa emas adalah segalanya, yang akan memberimu kebahagiaan abadi, maka pergilah kamu ke Freeport. Begitupun kalau kamu menduga bahwa patung garuda adalah segalanya, yang akan memberimu ketenteraman, maka pergilah kamu ke Indonesia. Di sana kamu akan tahu hal yang sebenarnya. uru

1 komentar:

  1. sebuah cerita indah yang snagat inspiring,ditulis dengan gaya bahasa yang enak di kunyah dan dicerna.Sukses selalu dengan kebiasaan biasa yang membuat anda menjadi luar biasa,Salam kenal kawan.Blogger Kota Marmer

    BalasHapus