Senin, 28 November 2011
Lebay..!!
Saya sepertinya diciptakan sebagai makhluk yang tidak beruntung. Atau mungkin keberuntungan, dari saya, amat dijauhkan letaknya untuk dapat dijangkau. Atau mungkin saya yang justru diciptakan sedemikian rupa sehingga tidak bisa menjangkau yang namanya keberuntungan. Ah, apa pun istilahnya intinya tetap satu; tidak beruntung.
Ketidakberuntungan saya itu barangkali disebabkan oleh sesuatu yang amat sederhana sifatnya, yaitu terutama karena setiap ada teman ngomong sesuatu saya selalu terbiasa mengatakan, “Ih, lebay kamu.” Kenapa saya mengatakan kebiasaan saya ini sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan? Perhatikan penjelasan di bawah ini...hehe...kayak mau ujian saja.
Saya tahu bahwa istilah ‘lebay’ itu digunakan untuk menilai sesuatu yang sifatnya agak berlebihan. Berlebihan di sini dapat menyangkut sikap, tindakan dan juga ucapan. Jadi, orang yang bersikap berlebihan terhadap sesuatu, maka ia disebut lebay. Orang yang bertindak berlebihan pada sesuatu, ia disebut lebay. Dan orang yang ketika ngomong omongannya sangat banyak, juga disebut lebay, keterlaluan, berlebihan dsb.
Tetapi masalahnya, tidak ada ketentuan pasti sampai sejauh mana sikap, tindakan dan omongan itu dapat disebut berlebihan atau lebay. Karena tidak ada ketentuan itulah maka ukuran lebay itu adalah semau gue dan semau ello. Saya mau bilang Anda lebay ketika Anda berkata, “Uh, cuaca hari ini panas ya?” itu terserah saya. Saya mau bilang Anda lebay ketika Anda berkata, “Seharusnya pemerintah segera membentuk tim khusus untuk mengusut ambruknya jembatan di Sungai Mahakam,” itu terserah saya. Intinya, sayalah yang akan memberikan punish apakah Anda lebay atau tidak.
Kalau sebelumnya saya katakan bahwa saya akan menjadi orang yang kurang beruntung karena kebiasaan mengatakan lebay pada orang lain, itu disebabkan karena hal itu mencerminkan kondisi mental saya yang cenderung menolak, mengacuhkan, tidak mau peduli dan tak mau tahu dengan sikap, tindakan dan pendapat orang lain.
Contoh, pada saat saya berkata lebay ketika Anda bilang, “Wah, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan sungai hampir dapat dikatakan tidak ada ya. Buktinya, hampir sebagian besar masyarakat yang hidup dekat sungai membuang sampah ke dalam sungai,” maka sebenarnya secara tidak langsung saya telah menjadi orang yang kurang mau menghargai pendapat Anda. Saya ingin menghentikan Anda untuk berbicara lebih jauh tentang apa yang Anda amati dengan berkata, “Alaah, lebay kamu.” Padahal, bisa saja pendapat Anda itu dapat menambah informasi bagi saya dan menumbuhkan kesadaran baru dalam batin saya yang sayangnya kemungkinan itu saya hapuskan sendiri dengan kata-kata ‘lebay’.
Tetapi apa mau dikata, saya telah masuk ke dalam putaran fenomena budaya masyarakat yang begitu akrab dengan istilah ‘lebay’. Saya telah ikut mendapuk kata-kata ‘lebay’ menjadi semacam trend komunikasi massal yang begitu terkesan gaul saat diucapkan. Ya, saya telah menjadikan kata ‘lebay’ sebagai sesuatu yang menarik dan terkesan apik saat ia menjadi bahasa gaul saya sehari-hari.
Apa yang saya paparkan di atas itu hanya satu sisi. Sedangkan pada sisi yang lain, menurut saya, kata ‘lebay’ juga mencerminkan bahwa saya, dengan sering berkata ‘lebay’ itu, tidak hanya mengurangi sikap mau mendengar, mau tahu, dan mau menghargai orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Namun yang lebih penting, saya telah menutup jalinan komunikasi yang lebih hangat, lebih akrab, lebih humoris dan lebih familiar dengan orang lain karena seringnya berkata, “lebaaaaay’ pada mereka.
Padahal ketika saya dikatakan lebay saat berucap satu-dua kata maka tiba-tiba muncul rasa enggan untuk berkata-kata lagi. Dan kemungkinan seperti itu juga yang berlaku pada orang lain. Mereka malas untuk melanjutkan omongannya karena telah dinilai ‘lebay’ meski mungkin saja apa yang hendak mereka sampaikan mengandung sesuatu yang bermanfaat buat saya, entah itu berupa informasi baru, inspirasi baru atau pun sekadar menumbuhkan suasana kehangatan pertemanan baru.
Jadi begitulah, saya rasa kata ‘lebay’ telah membuat saya kurang menghargai sesuatu yang bisa saja membuat saya nikmat saat berinteraksi dengan orang lain meski orang itu benar-benar lebay adanya.
Tapi anehnya, saya malah lupa mengatakan lebay ketika ada rekan yang datang pada saya dan berkata, “Mas. Saya punya tawaran proyek kerja untuk Mas. Ini akan sangat menguntungkan secara materi karena proyek yang saya tawarkan ini memang sesuai dengan profesi dan kemampuan yang Mas miliki. Konsepnya begini,...bla....bla...bla...bla....”
Saya heran, kenapa setelah rekan saya itu bicara panjang lebar dengan menghabiskan tiga jam waktu saya, saya justru tidak bisa berkata, “Ah, kamu lebay juga ya..!?” Sampai sekarang saya masih belum menemukan alasannya. Dan di saat saya sibuk mengkaji ini, tiba-tiba si Ala Roa yang telah dengan lebay menghabiskan waktu tiga jam di toilet berteriak:
“Salmaann....kamu lebaaaaaaaaaaaayyy.!!!”
Gedubraakkkkkkkkkkkk.
Kebumen 2040.
Langganan:
Postingan (Atom)